Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Ditjen P2HP bekerjasama dengan Komisi Catfish Indonesia (KCI) menyelenggarakan rapat koordinasi (rakor) dalam rangka mendorong industrialisasi catfish yang berdaya saing untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta perekonomian nasional (18 – 19 Agustus 2014 di Medan Sumut). Hadir pada rakor tersebut diantaranya perwakilan KKP (Dirjen P2HP, Dirjen Perikanan Budidaya, Direktur Pemasaran Dalam Negeri dan Direktur Pemasaran Luar Negeri), Pengurus dan Anggota KCI, Dinas KP Provinsi (Sumut, Riau, Jambi dan Sulsel), Dinas KP Kab Serdang Bedagai, BUMN (PT Perikanan Nusantara dan Bulog) dan Pelaku Usaha (PT Expravet Nasuba, PT CPP - Medan dan Pengolah Ikan Sumut).
Rakor KCI membahas perkembangan bisnis catfish di Indonesia (lele dan patin). Medan dipilih menjadi tempat berlangsungnya rakor karena potensi bisnis catfish yang cukup besar. Meskipun pada tahun 2014 ini Provinsi Sumut bukan termasuk daerah fokus pengembangan budidaya patin, namun ternyata Provinsi Sumut memiliki potensi industri patin yang cukup besar dengan hadirnya PT Expravert Nasuba yang bergerak di bidang pengolahan fillet patin. Dirjen Perikanan Budidaya cukup kaget dengan potensi patin yang dimiliki oleh Provinsi Sumut. Dirjen Perikanan Budidaya mengatakan bahwa melihat perkembangan patin di Provinsi Sumut yang menggembirakan, maka pada tahun 2015 Ditjen Perikanan Budidaya bekerjasama dengan Ditjen P2HP akan mendukung industrialisasi patin di Provinsi Sumut.
Dalam paparannya, Dirjen Perikanan Budidaya melihat tantangan pengembangan perikanan Indonesia ke depan adalah bagaimana menghasilkan komoditas yang memiliki efisiensi tinggi, minim penggunaan BBM dan tahan terhadap perubahan kondisi iklim/cuaca. Tentunya dibandingkan dengan bidang penangkapan, porsi pengembangan perikanan budidaya ke depan akan lebih besar untuk menjawab tantangan tersebut. Selain itu, pengembangan perikanan Indonesia tidak akan bisa terwujud tanpa sinergitas antar pelaku dari hulu ke hilir. Ke depan, pengembangan perikanan budidaya akan lebih didorong secara intensif yaitu memanfaatkan lahan pekarangan dan lahan yang kurang produktif dengan penerapan teknologi tepat guna. Mencontoh pengembangan budidaya lele, saat ini tengah dikembangkan rekayasa budidaya patin di pekarangan dengan menggunakan bioflok dan pengembangan budidaya di daerah aliran sungai/ daerah pasang surut.
Ketua KCI, Dr. Azzam mengatakan bahwa pada periode 1980 - 2000 usaha budidaya lele berkembang pesat di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera (Lampung). Perkembangan budidaya lele juga merambah ke daerah-daerah non sentra seperti Sumatera, Bali, NTB, Kalimantan, Sulawesi, NTT dan Maluku. Berdasarkan hal tersebut, KCI melihat pengembangan catfish di Indonesia dapat mendukung ketahanan pangan nasional dan pemenuhan gizi masyarakat Indonesia.
Meskipun mudah dibudidayakan, Ketua KCI menyoroti masih banyak kendala yang dihadapi dalam pengembangan catfish diantaranya 1) ketersediaan benih catfish (lele dan patin) yang masih terbatas terutama di wilayah non sentra produksi seperti Kalimantan, Sulawesi dan NTT, 2) terbatasnya ketersediaan pakan buatan di daerah non sentra dan 3) kontribusi biaya pakan yang sangat tinggi yaitu mencapai 80 – 85 % terhadap biaya produksi. Lebih lanjut, Ketua KCI melihat titik balik kembali bergairahnya industri catfish dalam negeri beberapa tahun terakhir terutama saat mulai diberlakukannya pembatasan impor untuk komoditas patin. Oleh karenanya, menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diperlukan strategi dan kebijakan dari pemerintah untuk mendorong penguatan industri catfish di dalam negeri. Senada dengan Ketua KCI dalam menghadapi MEA, Dirjen Perikanan Budidaya akan fokus pada peningkatan efisiensi, daya saing dan produktivitas dengan peningkatan teknologi. Unit-unit Pembenihan Rakyat (UPR) akan didirikan terutama di daerah non sentra produksi dengan dukungan penyediaan bibit unggul yang berkualitas. Sementara itu menghadapi MEA, Dirjen P2HP berkomitmen untuk membangun dan memperkuat daya saing patin lokal melalui mendorong industri patin dari hulu ke hilir sesuai dengan standar pasar dan mempertemukan pelaku-pelaku usaha patin dalam rangka membangun kepastian pasar dan stabilisasi harga yang saling menguntungkan.
Industri Patin Bergairah
Provinsi Sumut boleh berbangga karena hadirnya PT Expravert Nasuba turut kembali menggairahkan budidaya patin. PT Expravert Nasuba merupakan perusahaan yang menerapkan prinsip integrated industry. Perusahaan ini bergerak di bidang pembenihan, pembesaran, penyediaan pakan dan pengolahan fillet patin. Namun khusus untuk pengolahan fillet patin, PT Expravert Nasuba masih kekurangan dalam hal penyediaan bahan baku patin. Secara khusus, Ibu Rahmi Rahman (Managing Directore PT Expravert Nasuba) mengatakan bahwa perusahaannya mampu menampung patin lokal seharga Rp16.000/kg. Hal ini tentu saja menjadi kabar gembira sekaligus peluang bagi pembudidaya lokal untuk meningkatkan produksi dan kualitas patinnya. Lebih lanjut, Ibu Rahmi mengharapkan dukungan pemerintah dalam penyediaan fasilitas pasokan listrik yang stabil karena sering terjadi listrik mati sehingga PT Expravert Nasuba terpaksa menggunakan genset dengan biaya operasi yang cukup tinggi, mengurangi penyelundupan patin impor ilegal, dan menekan harga bahan baku pakan.
Ibu Ning Sudjito sebagai Ketua Asosiasi Jasa Boga Indonesia (APJI) melihat perkembangan permintaan fillet patin yang cukup tinggi pada industri jasa boga. Ibu Ning juga mengatakan siap mendukung dan mensosialisasikan daerah-daerah/ supplier penghasil patin kepada anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain fillet, permintaan produk olahan patin yang cukup tinggi lainnya adalah surimi patin. Sementara itu terkait kendala keterbatasan penyediaan pakan catfish , perusahaan-perusahaan BUMN seperti PT Perikanan Nusantara dan Bulog siap mengkaji kemungkinan pendirian pabrik pakan di sentra-sentra pengembangan budidaya.
Sekilas tentang PT Expravert Nasuba
PT Expravet Nasuba merupakan perusahaan PMDN dimulai pada tahun 2009 dengan bidang usaha utama adalah peternakan dan pengolahan ayam. Perusahaan ini merupakan bagian dari Mabar Group (Industri pakan ayam dan ikan yang mensuplai untuk kebutuhan wilayah Sumatera Utara, Riau dan Jambi). Sejak Juni 2011, perusahaan melakukan pengembangan usaha pada bidang perikanan dan fokus pada komoditas patin. Ekspansi bisnis dilakukan secara terintegrasi mulai dari pembenihan, pakan, pembesaran sampai dengan pengolahan dan pemasaran produk.
Pembenihan dilakukan oleh divisi farm yang berlokasi di daerah Percut, Medan. Farmyang dikelola saat ini seluas 80 hektar yang mencakup 2 ruang pembenihan terdiri dari 30 bak fiber dengan kapasitas 80.000 ekor benih; kolam pendederan tahap 1 terdiri dari 6 kolam dengan kapasitas 80.000 ekor benih; kolam pendederan tahap 2 terdiri dari 12 kolam dengan kapasitas 60.000 ekor benih dan kolam pembesaran sebanyak 40 unit dengan ukuran antara 2000 s.d 3000 m2 dimana kolam yang aktif saat ini baru mencapai 19 kolam dengan kapasitas masing-masing kolam 20.000 s.d 30.000 ekor. Untuk mendukung pembenihan, jumlah induk yang dimiliki sebanyak 400 ekor dan dilakukan pemijahan setiap bulan. Lama pembesaran patin adalah selama 8 bulan untuk mencapai ukuran patin fillet (600-800 gram).
Fasilitas pengolahan yang dimiliki perusahaan terdiri dari ruang pengolahan sementara, bak stainless steel untuk proses blooding, semi contact plate freezer sebanyak 1 unit dengan kapasitas 300-400 Kg, air blast freezer (ABF) sebanyak 2 unit dengan kapasitas 400-500 Kg dan cold storage (CS) 1 unit dengan kapasitas 3.000 ton.
Produksi pengolahan patin di PT. Expravet Nasuba terdiri dari patin utuh dan patin fillet. Jenis patin yang diproduksi adalah patin siam (warna daging merah muda dan kuning). Ukuran patin untuk bahan baku fillet berkisar 500-600 gram. Ukuran di luar standard fillet akan dijual sebagai produk patin utuh.
Kapasitas produksi terpasang sekitar 4-5 ton/hari dengan kapasitas terpakai 3 ton/hari (utilitas sekitar 60-80%). Dari bahan baku patin sebanyak 2-3 ton dapat diproduksi fillet patin sekitar 600-700 Kg. Produk patin fillet terdiri dari produk premium dengan kemasan berwarna biru merk Dory King Fillet dengan berat bersih 500 gram seharga Rp. 26.500, sedangkan untuk produk standar dikemas dengan plastik transparan berlabel “Patin Fillet” berlogo perusahaan dengan berat bersih 5 Kg dengan harga Rp 215.000,-.
Pemasaran patin fillet dan patin utuh untuk memenuhi kebutuhan rumah makan; restoran; pasar modern (Carrefour dan Berastagi) di wilayah Sumatera Utara. Saat ini, PT Extravert Nasuba juga mendapat pesanan dari PT Sukanda Jaya (perusahaan dari Jakarta) untuk produk fillet patin untuk dipasarkan ke pasar modern di wilayah Jakarta. (SF)
Mari budayakan makan ikan agar tercipta generasi sehat dan cerdas....
- 3 kali dibaca